Stres itu Baik: Sebuah Pelajaran Dari Pohon yang Tertiup Angin.
- eko wahyudi
- Jan 20
- 4 min read
Updated: Mar 28

Apa tujuannya?
Untuk menciptakan ekosistem buatan yang sepenuhnya tertutup dari dunia luar. Para ilmuwan menciptakan berbagai lingkungan di dalamnya, seperti hutan hujan, gurun, savana, dan bahkan lautan kecil dengan terumbu karang. Tujuannya ambisius: delapan orang akan hidup di dalamnya selama dua tahun, mengandalkan udara, air, dan makanan yang dihasilkan sepenuhnya dari sistem tersebut.
Pohon yang ditanam di Biosphere 2 ternyata tidak bisa tumbuh dengab baik dan justru cepat mati. Peneliti mencari tahu apa penyebab fenomenan ini. Kalian tahu jawabannya apa?
Angin.

Yes angin. Pohon yang tidak terkena angin ternyata tidak mampu tumbuh kuat. Tanpa angin, pohon di Biosphere 2 tumbuh dengan cepat, tetapi akarnya dangkal, dan batangnya lemah. Angin di alam liar ternyata memiliki peran penting dalam membentuk kekuatan pohon. Saat angin bertiup, ia memaksa pohon untuk melentur. Gerakan ini membuat akar meregang dan kayu di batang mengalami tekanan.
Reaction wood membuat pohon mampu menahan berat dirinya sendiri dan menghadapai hembusan angin kuat ataupun badai. Namun, tanpa angin, pohon di Biosphere 2 tidak pernah mengalami tekanan ini. Mereka tumbuh tanpa tantangan, tanpa kesempatan untuk memperkuat akar dan batangnya. Akibatnya, mereka tumbang sebelum mencapai kematangan.
Kita manusia, persis seperti pohon yang butuh angin dimana angin disini adalah stress.
Stress itu baik. Asal dosisnya tepat. Untuk tahu lebih jelas mengenai ini, kita akan belajar dari tikus dalam sebuah eksperimen.
Pada tahun 1908, dua psikolog bernama Robert M. Yerkes dan John Dillingham Dodson melakukan sebuah eksperimen yang melibatkan tikus.

Tikus ini ditempat dalam sebuah kotak dimana dalam kotak tersebut ada dua ruangan yang berbeda warna: satu berwarna putih dan satu berwarna hitam. Ketika tikus memasuki ruangan hitam, mereka menerima kejutan listrik kecil, sedangkan ruangan putih aman. Tikus-tikus ini diberi kesempatan untuk belajar bahwa ruangan hitam membawa konsekuensi negatif, sehingga mereka harus menghindarinya.
Para peneliti kemudian memvariasikan intensitas kejutan listrik, mulai dari yang sangat lemah hingga sangat kuat, untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap kecepatan tikus belajar menghindari ruangan hitam.
Hasilnya mengejutkan: tikus belajar dengan paling cepat ketika intensitas kejutan berada pada tingkat sedang. Ketika kejutan terlalu lemah, tikus tidak cukup termotivasi untuk menghindari ruangan hitam. Sebaliknya, jika kejutan terlalu kuat, tikus menjadi panik dan kesulitan belajar.
Hukum ini menyatakan bahwa performa seseorang atau makhluk hidup meningkat seiring dengan tingkat stres atau arousal hingga mencapai titik optimal. Namun, jika stres melampaui titik tersebut, performa justru menurun. Dalam bentuk grafik, hubungan ini digambarkan sebagai kurva berbentuk U-terbalik.
Dengan kata lain, stress (dengan dosis tepat) itu diperlukan untuk meningkatkan performa kita.
Kita ambil contoh jika kamu hendak presentasi di depan banyak orang. Jika kamu tidak merasa stres sama sekali, kamu mungkin akan terlalu santai, kurang persiapan, atau bahkan mengabaikan pentingnya presentasi tersebut. Akibatnya, performamu bisa jadi biasa-biasa saja atau bahkan buruk.
Namun, jika kamu terlalu stres—mungkin karena merasa takut gagal atau memikirkan ekspektasi orang lain secara berlebihan—kamu bisa panik, kehilangan fokus, atau bahkan blank di tengah presentasi.
Stres yang berlebihan justru menurunkan performamu.
Sebaliknya, jika tingkat stresmu berada di titik optimal, hal ini bisa menjadi pendorong. Rasa gugup yang wajar memotivasimu untuk mempersiapkan presentasi dengan baik, fokus pada tujuanmu, dan memberikan usaha terbaik. Ini adalah contoh sempurna dari bagaimana stres yang tepat bisa meningkatkan performa.
Ada beberapa penelitian lain yang sudah membuktikan ini:

Penelitian ini menunjukkan bahwa di berbagai bidang baik dari olahraga, berbicara di depan umum, hingga tugas kognitif, stres tingkat moderat dapat mendorong performa ke tingkat terbaik. Sebaliknya, stres yang terlalu kuat dapat menjadi penghalang.
Pelajaran dari Pohon, Tikus, dan Kurva U-Terbalik
Kisah pohon di Biosphere 2, eksperimen tikus oleh Yerkes dan Dodson, serta berbagai penelitian modern mengajarkan kita hal yang sama: stres adalah bagian penting dari pertumbuhan.
Terlalu sedikit stres: kita menjadi santai, malas dan bahkan tidak termotivasi,
Terlalu banyak stres: Kita kewalahan, bingun dan bahkan mengalami burnout.
Stres yang pas: Kita fokus, termotivasi, dan tumbuh lebih kuat.
Maka sebagaimana angin dapat membuat pohon menjadi lebih kuat, stres juga dapat membuat kita menjadi lebih kuat asal dosis nya tepat.
Pohon kecil yang tertiup badai mungkin akan tumbang jika terlalu lemah untuk menghadapi hembusan itu. Namun, pohon yang mendapatkan hembusan angin ringan secara konsisten akan memperkuat akar dan batangnya, siap menghadapi badai di masa depan.
Begitu pula manusia. Jika kita terus-menerus dihadapkan pada tekanan yang kecil namun menantang, kita akan belajar untuk beradaptasi, tumbuh lebih tangguh, dan menghadapi tantangan yang lebih besar.
Namun, apa yang terjadi jika pohon kecil ini tumbuh tanpa angin sama sekali, seperti di Biosphere 2? Ia mungkin akan terlihat besar dan menjulang, tetapi tanpa kekuatan dari dalam. Ketika badai pertama datang, pohon itu akan roboh. Inilah mengapa, dalam hidup, kita tidak boleh menghindari semua tekanan atau tantangan. Tantangan adalah bagian dari proses menjadi tangguh.
Comments